Medan, jurnalmassa.com — Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia baru saja mengeluarkan putusan yang mengharuskan adanya perubahan dalam kebijakan pengupahan nasional. Berdasarkan Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Putusan ini mengandung 21 poin penting yang merupakan tuntutan dari serikat pekerja dan buruh.
Dr. Ibnu Affan, SH., M.Hum, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara (UNUSU) Medan, yang juga pakar hukum ketenagakerjaan, menegaskan bahwa keputusan MK tersebut berdampak signifikan terhadap regulasi pengupahan yang berlaku saat ini. “Dengan adanya putusan MK ini, kebijakan pengupahan yang diatur dalam PP No. 36 Tahun 2021, sebagaimana diubah oleh PP No. 51 Tahun 2023, sudah tidak relevan lagi untuk digunakan sebagai dasar penetapan upah minimum pekerja atau buruh pada tahun 2025,” jelas Ibnu Affan (31/10).
Dalam putusan MK, khususnya pada poin 10, disebutkan bahwa Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 lampiran UU No. 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai dengan melibatkan Dewan Pengupahan Daerah yang memiliki unsur pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan pengupahan. Hal ini berarti bahwa kebijakan penetapan upah minimum ke depan wajib melibatkan peran Dewan Pengupahan Daerah sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah pusat.
Ibnu Affan, yang juga merupakan anggota Dewan Pengupahan Daerah Sumatera Utara dari unsur pakar ketenagakerjaan, menyoroti bahwa PP No. 36 Tahun 2021 dan PP No. 51 Tahun 2023 sebelumnya tidak melibatkan Dewan Pengupahan Daerah dalam perumusannya. Menurutnya, pemerintah harus segera menyesuaikan regulasi pengupahan yang baru dengan mengadopsi amar putusan MK tersebut, termasuk memperhatikan aspek formula penetapan upah minimum, skala upah, dan upah minimum sektoral.
“Pemerintah, khususnya melalui Kementerian Ketenagakerjaan, harus segera mengeluarkan peraturan baru yang mengatur upah minimum untuk tahun 2025, dengan memperhatikan hak pekerja atas penghidupan yang layak dan melibatkan Dewan Pengupahan Daerah dalam prosesnya,” tambah Ibnu Affan.
Putusan ini menjadi angin segar bagi para pekerja, yang berharap bahwa dengan keterlibatan Dewan Pengupahan Daerah, kebijakan upah dapat lebih mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi di tiap daerah, serta mewujudkan keadilan bagi buruh di seluruh Indonesia.