Kotapinang, Sebanyak 65 warga yang terkena dampak pembangunan Perlintasan Kereta Api Trans-Sumatera Lintas Rantauprapat – Duri – Pekanbaru, merasa dirugikan haknya dan telah memberikan kuasa kepada Kantor Hukum MYS & Associates Law Firm. Kantor hukum ini beralamat di Jl. Sempurna No. 11, Rantauprapat, Sumatera Utara, untuk mendesak penyelidikan dan penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Dalam surat tertanggal 13 Mei 2024, yang menyusul surat sebelumnya tertanggal 23 Februari 2024, yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan Kepala Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan, Kantor Hukum MYS & Associates meminta penyelidikan dan penyidikan terkait ganti rugi tanah dan bangunan milik warga yang terkena pembangunan Perlintasan Kereta Api Trans-Sumatera Lintas Rantauprapat – Duri – Pekanbaru.
Dr. Muhammad Yusuf Siregar, S.H.I, M.H., ketika dikonfirmasi dikantornya (23/5), membenarkan telah menerima kuasa dari masyarakat. Langkah awal yang ditempuh adalah meminta pihak Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan mark up ganti rugi areal pembangunan perlintasan kereta api tersebut.
Dugaan klien kami didasarkan pada ketidaktransparanan pembayaran tanah dan bangunan milik masyarakat yang diduga tidak sesuai dengan indikator harga riil yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau PT Kereta Api Indonesia (Persero).Lebih lanjut, Dr. Muhammad Yusuf Siregar, S.H.I, M.H. menyatakan bahwa klien kami meminta agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melakukan penyelidikan dan penyidikan atas ganti rugi tanah masyarakat yang terkena pembangunan perlintasan Kereta Api Trans-Sumatera Lintas Rantauprapat – Duri – Pekanbaru. Ganti rugi tersebut difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Labuhanbatu.
Klien kami menduga adanya perbedaan nilai pembayaran ganti rugi yang mencapai ratusan juta rupiah, meskipun objek tanah yang sama. Oleh karena itu, kami menduga adanya tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang dalam UU No. 20 Tahun 2001.
Salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan bahwa Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi terkait masalah ini. Namun, tiga saksi yang dihadirkan pihak desa diduga telah dipengaruhi oleh pemerintah desa untuk menyatakan kepada penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara bahwa mereka tidak keberatan terhadap ganti rugi tersebut. Salah satu saksi adalah adik kandung mantan Kepala Dusun.
Di akhir suratnya, Kantor Hukum MYS & Associates Law Firm memohon kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kepala Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan untuk serius dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan mark up ganti rugi kepada masyarakat yang terkena pembangunan Perlintasan Kereta Api Trans-Sumatera Lintas Rantauprapat – Duri – Pekanbaru, yang diduga tidak transparan dan tidak sesuai dengan indikator harga riil yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau PT Kereta Api Indonesia (Persero).