Labuhanbatu Selatan, jurnalmassa.com – Selasa (5/11) – Puluhan warga Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, melakukan aksi unjuk rasa di depan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Tujuh Serangkai Sawit Perdana (TSSP). Aksi yang digelar oleh Pemuda Berani Aksi (Pembersi) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK) ini memprotes dugaan pencemaran lingkungan dan operasional pabrik yang dinilai ilegal.
Dipimpin oleh Ketua Pembersi, David Arjuna Sihombing, ST, massa menyoroti sejumlah izin yang menurut mereka belum dimiliki oleh PKS PT TSSP. David menuding bahwa pabrik tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), izin penggunaan air bawah tanah (ABT), serta izin UKL-UPL yang diperlukan dalam pengelolaan lingkungan.
“Kalau perusahaan ini punya izin, tunjukkan kepada kami. Polusi udara, bau menyengat, dan kebisingan yang ditimbulkan pabrik ini sangat mengganggu warga sekitar,” seru David dalam orasinya.
Menurut David, pengelolaan limbah cair PT TSSP tidak sesuai dengan ketentuan. Pabrik tersebut diduga tidak memiliki “sparing” atau penampung limbah cair yang sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018. David menuding perusahaan juga sering membuang limbah cair ke parit, yang seharusnya hanya dibuang melalui Land Application. Hal ini, katanya, menyebabkan bau tak sedap dan berdampak pada kesehatan warga.
Selain itu, abu hasil pembakaran dari pabrik yang menyebar ke pemukiman warga juga menjadi sorotan. Menurut warga, abu ini mencemari udara dan berpotensi membahayakan kesehatan.
David juga mengungkapkan adanya dugaan pungutan liar dalam perekrutan karyawan. Menurutnya, warga yang ingin bekerja di PT TSSP harus membayar sebesar Rp10 juta.
“Yang paling membuat kami marah adalah isu bahwa harus membayar Rp10 juta untuk bisa bekerja di sini. Warga setempat hanya mendapatkan dampak polusinya, sementara untuk bekerja saja harus bayar mahal,” ujarnya dengan nada kesal.
David juga menuding perusahaan tidak menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang memadai. Hal ini didukung dengan adanya kecelakaan kerja yang dialami dua karyawan, di mana mereka terkena air panas atau uap yang berujung pada perawatan intensif di rumah sakit. Selain itu, perusahaan diduga lamban dalam menangani kasus penganiayaan yang terjadi di lingkungan kerja, yang rekamannya telah beredar di masyarakat.
Menanggapi tuntutan warga, Manajer PKS PT TSSP, Vera Hutauruk, menjelaskan bahwa perusahaan telah mengantongi seluruh izin sesuai peraturan pemerintah. Ia juga membantah adanya pungutan liar dalam proses rekrutmen.
“Mana mungkin perusahaan beroperasi tanpa izin. Semua izin sudah kami miliki dan operasional kami masih dalam ambang batas polusi yang diperbolehkan. Terkait isu membayar Rp10 juta untuk masuk sebagai karyawan, itu tidak benar. Jika ada bukti, serahkan kepada kami untuk kami tindak tegas,” ujar Vera.
Vera juga menegaskan bahwa kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di pabrik sudah masuk ranah hukum, dan pihak perusahaan akan mengambil tindakan tegas sesuai hasil penyelidikan kepolisian.
Aksi yang berlangsung damai ini mendapat pengawasan dari aparat keamanan dari Polres Labuhanbatu Selatan dan Polsek Torgamba, dipimpin langsung oleh Kapolsek Torgamba AKP Muhammad Ilham Lubis, SH. Setelah menyampaikan aspirasi, David Arjuna Sihombing mengungkapkan bahwa perusahaan telah mengundang mereka untuk melakukan pertemuan pada hari Jumat mendatang guna memperlihatkan izin-izin dan membahas tuntutan warga.
“Jika tidak ada tanggapan yang memuaskan, kami akan turun dengan jumlah massa yang lebih besar,” tegas David di hadapan media.
Aksi ini menjadi sorotan publik karena menyangkut isu lingkungan, kesehatan, dan transparansi dalam operasional perusahaan.